Pekanbaru, Topriaunews.com
Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda Riau Kombes Pol Nasriadi didampingi Kabid Humas Polda Riau Kombes Pol Anom Karibianto meminta mengimbau sejumlah bank di Provinsi Riau dalam mengucurkan kredit Usaha Rakyat (KUR) agar menggunakan prosedur yang benar, tidak memalsukan data-data debitur tidak memberikan KUR dengan jumlah yang tak masuk akal, karena rakyat membutuhkan kredit usaha. Tapi ketika dikelompokkan masyarakat untuk mencairkan meminjam uang tersebut rakyat tidak menikmatinya. Tapi rakyat hanya atas nama, yang menikmati ini mereka-mereka para tersangka, mafia-mafia sindikat.
Hal ini terjadi bukan hanya di satu bank. Ada bank lainnya juga. Polda Riau masih mendata, masih menerima laporan. Terutama bank-bank yang mencairkan KUR tersebut. Diimbau Kepala Cabang Bank agar teliti selektif masyarakat yang membutuhkan masyarakat harus menerima KUR. Masyarakat bukan diambil KTPnya lalu dimanfaatkan dilakukan korupsi oleh kelompok-kelompok sindikat-sindikat.
Ditreskrimsus Polda Riau masih mengembangkan karena sindikat ini masih bermain di bank lainnya selain di Kabupaten Bengkalis Riau
Imbauan ini disampaikan Dirreskrimsus Polda Riau Kombes Pol Nasriadi pada acara konferensi pers di Mapolda Riau Kamis petang (17/10/2024), menyusul bobolnya dana sebuah bank BUMN di Kabupaten Bengkalis Riau sebesar Rp46.617.192.219 oleh sindikat-sindikat mafia.
Menurut Kombes Pol Nasriadi, kasus ini terkait korupsi, pengembangan perkara kerugian negara Rp46.617.192.219 di salah satu bank BUMN di Kabupaten Bengkalis, Riau. Sebelumnya sudah memproses dua kepala cabang bank BUMN Cabang Kabupaten Bengkalis, Riau. Dua kepala cabang dan satu analis, tiga orang bank sudah diproses Ditreskrimsus Polda Riau dan proses persidangan oleh pihak Kejaksaan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Pekanbaru.
Mereka inilah sindikat-sindikat mafia yang menikmati uang tersebut. Artinya mereka yang melakukan penipuan-penipuan, data-data fiktif di KUR bank BUMN Bengkalis. Ada delapan tersangka terlibat, dua di antaranya kepala desa. Kepala desa ini menggunakan data-data masyarakat untuk mencairkan dana KUR tersebut. Dan setelah cair dana tersebut dinikmati oleh mereka ini.
Dua kepala desa, satu ditahan satu lagi meninggal dunia. Walau sudah meninggal dunia polisi terus kejar asetnya dan para tersangka lainnya. Kejadian ini tahun 2000 hingga 2002.
Modusnya, para tersangka ini mencari nama-nama, kreditur-kreditur pertama adalah Sarli dan Haji Makdiator. Keduanya narapidana perkara penipuan dan penggelapan. Berdua ini mencari 71 debitur. Satu debitur Rp100 juta. Totalnya Rp7.100.000.000. Kemudian tersangka Joko mencari 196 debitur sekitar Rp19.600.000.000. Tersangka berikutnya adalah Rioko Ketua Kelompok Tani Mas Muda dan Syahdarum Bendahara Kelompok Tani Mas Muda mencari 92 debitur berarti Rp9.200.000.000.
Tersangka berikutnya Hartono alias Alang wiraswasta kontraktor mencari 39 debitur berarti Rp3.900.000.000. Kemudian tersangka Suyanto Kepala Desa yang masih hidup sebanyak 10 debitur sebesar Rp900 juta. Dan terakhir Alizar salah satu aktor intelektual yang telah meninggal dunia mencari 42 debitur uang yang dimakan Rp4.200.000.000,-
Jadi mereka inilah melakukan modus mencari debitur mencari nama-namanya memberikan uang sedikit tapi mereka para tersangka ini menikmati uangnya.
“Saat ini uang yang telah diamankan Ditreskrimsus Polda Riau sebesar Rp313 juta yang diambil dari kelompok tani yang disimpan dari salah satu tersangka disimpan di rekening bank kelompok tani tersebut. Ada juga diamankan kendaraan, dan dokumen lainnya. Ditreskrimsus Polda Riau tidak main-main dengan perkara korupsi,” tegas Kombes Nasriadi.
Ancaman para tersangka hukuman penjara 20 tahun denda Rp1 miliar. Bila mereka tak bertanggungjawab, diminta jaksa melakukan penyitaan barang-barang para tersangka sebagai pengganti uang negara tersebut.
Uang yang dikorupsi dimanfaatkan sendiri-sendiri oleh tersangka. Ada yang disimpan di KUD dan telah disita. Ada beli kendaraan. Ada bikin usaha tambah udang tapi tak jelas usahanya. Ada beli kebun sawit bukan atas nama masyarakat tapi atas nama mereka sendiri. Bahkan ada dijadikan modal untuk merambah hutan untuk ditanam kebun sawit. Dan ini akan dicek hutan mana yang akan mereka tambah. Polisi terus mencari aset-aset mereka untuk bisa menyelamatkan kerugian negara.
Posting Komentar